BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Sejarah nasional
menggambarkan pertumbuhan kita sebagai suatu bangsa. Sejak zaman purba dengan
tanda-tanda pertama akan akar-akar kehidupan bangsa, kemudian melalui
perkembangan suku-suku tiap daerah, kita telah tumbuh menjadi kesatuan bangsa
dengan tanggapan dan sikap hidup nasional yang khas. Perkembangan nasional
mengingatkan kita kepada pertumbuhan pohon dengan pokok kesatuan yang makin
kukuh dan besar.
Cukup
banyak ditulis tentang sejarah nasional
kita, baik oleh ahli sejarah bangsa kita maupun oleh orang-orang asing,
masing-masing mengenakan pandangan dan tafsirannya terhadap pertumbuhan bangsa
kita. Buku ini mengandung sejarah nasional Indonesia yang baku, ditulis dan
disunting oleh ahli-ahli sejarah bangsa kita.
B.
Rumusan Masalah
1.
Kemunculan
Penjajahan di Indonesia (1700-1900)
2.
Zaman
Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda (1900-1942)
3.
Zaman Jepang dan
Zaman Republik Indonesia (1942-1998)
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kemunculan
Penjajahan di Indonesia (1700-1900)
v Masa
Modern Awal
Sejak zaman
Modern Awal, di sebagian Eropa telah terbentuk nation-state. Namun, di abad
ke-20 didasarkan pada demokrasi, di masa Modern Awal kekuasaan masih berada
dalam tangan kaum yang bersifat otoriter. Bentuk organisasi politik yang
dinamakan nation-state di masa Modern Awal itulah yang memungkinkan
diselenggarakan perdagangan antarbenua. Melalui kegiatan langsung oleh pihak kerajaan
seperti di Poertugal, atau melalui
dukungan pihak pemerintah seperti Belanda, memungkinkan terkumpulnya modal,
teknologi dan sumber daya manusia untuk menyelenggaraakan perdagangan
besar-besaran.
Ø Jalur
Darat dan jalur Laut
Perdagangan di
Asia sudah berawal di masa Portugis dan VOC, bahkan telah ada berabad-abad
sebelumnnya, baik perdagangan melalui darat (jalan sutra) maupun melalui laut.
Pada dasarnya di
Asia dan Timur Tengah, sebelum masa Modern Awal, terdapat dua jalur perdagangan
utama, yaitu jalur darat dan jalur laut. Pelayaran niaga melalui darat pada
umumnya terutama digunakan oleh para pedagang Cina dan dikenal dengan nama
“jalur sutra”. Jalur dagang itu berawal di Chang An, yang menjadi ibu kota cina
antara anad ke-7 sampai abad ke-13, kemudian melintasi stepa-stepa dan
gurun-gurun di Asia Tengah dan Laut Kaspia. Jalur dagang yang melintasi
pedalaman Asia itu juga bercabang-cabang kewilayah pantai, seperti India, Arab
dan lainnya.
Selain kedua
sumber tersebut di atas (Timur Tengah dan India). Adapula sumber ketiga, yakni
Cina (khususnya dari Madzab Syafi’i). Agama Islam dari Cina itu makin menyebar
setelah Cheng He. Cheng he adalah laksamana terpercaya dari Kaisar Zhu Di atau
Yung Le (1402-1424) dari Dinasti Ming di Cina, yang ditugaskan untuk memimpin
armada-armada Cina berdagang di samudra India. Malaka menjadi pusat perdagangan
Chng He antara 1405 -1430 an.
v Kekuasaan
belanda di Abad ke-19
a. Jawa
Tengah
b. Bali
c. Nusa
Tenggara Barat
d. Sulawesi
e. Kalimantan
Selatan
f. Kalimantan
Barat
g. Aceh
v Perlawanan
terhadap kolonialisme
Proses hubungan antara kekuasaan
Belanda dalam abad ke-19 menunjukan dua gejala yang bertolak belakang, disatu
pihak tampak makin meluasnya kekuasaan Belanda, sedang di lain pihak terlihat
makin merosotnya kekuasaan negara-negara tradisional. Pengaruh hubungan dengan
kekuasaan Barat tersebut mnyangkut berbagai segi kehidupan, seperti politik,
sosial, ekonomi dan budaya.
Dalam
bidang politik, pengaruh belanda makin kuat karena intervensi yang intensif
dalam persoalaan-persoalan intern negara, misalnya dalam soal pergantian tahta,
pengangkatan pejabat-pejabat birokrasi, maupun partisipasinya dalam mennetukan
kebijakan politik negara. Dengan demikian, dalam bidang politik
penguasa-penguasa tradisional makin bergantung pada kekuasaan asing sehingga
kebebasan dalam menentukan soal-soal pemerinthan menipis. Di samping itu,
aneksasi wilayah yang dilakukan oleh penguasa aing sejak akhir abad ke-17
berakibat makin kurangnya penghasilan penguasa-penguasa tradiional.
Dalam
bidang sosial-ekonomi, kontak dengan barat berakibat makin lemahnya kedudukan
kepala-kepala daerah dalam negara-negara tradisional. Sudah pasti keadaan
seperti ini sdikit banyak menimbulkan kegoncangan dalam kehidupan para penguasa
dalam negara-negara tersebut. Khususnya, di Jawa, faktor-falktor produksi
pertanian baik menyankut tanah maupun tenaga kerja, diatur menurut sistem
kolonial. Para petani dibebani tugas mengolah sebagian tanahnya untuk ditanami
dengan tanaman-tanaman ekspor dan diharuskan menyumbangkan tenaga kerjanya
secara paksa pada penguaa kolonial.
Di
daerah-daerah lain, di mana perdagangan laut merupakan sumber penghidupan pokok
dari penduduk, seperti maluku, penguasaan daerah pantai dan tindakan
monopolistik dalam perdagangan yang dilakukan oleh Belanda, serta penguasaan
daerah produksi tanaman ekspor, merupakan hambatan besar bagi penduduk setempat
untuk memperoleh penghasilan.
Dalam
bidang budaya, terutama dalam abad ke-19, pengaruh kehidupan barat dalam
lingkungan kehidupan trdisional makin meluas. Sementara kehidupan dikalangan
penguasa timbul kekhawatiran bahwa pengaruh kehidupan Barat dapat merusak
nilai-nilai kehidupan tradisional. Tantangan yang kuat terutama dari
pemimpin-pemimpin agama yang memandang kehidupan barat bertentangan dengan
norma-norma dalam ajaran agama islam.
Didaerah
kerajaan, ajakan perlawanan dari para bangsawan ataupun ulama yang berpengaruh
untuk melawan kekuasaan asing dengan cepat mendapat sambutan baik dari kelompok
rakyat, karena tekanan-tekanan hidup yang mereka alami sudah bersikap antipati
terhadap kekuasaan asing. Disamping itu pengalaman pahit yang dirasakan oleh
rakyat di daerah-daerah selama kontak dengan kekuasaan asing dapat memperkuat
keinginan untuk berjuang melawan kekuasaan asing. Karena dalam tiap-tiap daerah
intervensi intensitas kontak dari kekuasaan Belanda tidak bersamaan waktu
terjadinya, timbulnya perjuangan terhadap kekuasaan asing pun tidak sama
waktunya. Perjuangan-perjuangan itu dapat berupa perlawanan besar atau pemberontakan maupun hanya
merupakan kericuhan-kericuhan.
Mengingat
banyaknya jumlah perlawanan besar yang terjadi didaerah-daerah di Indonesia
selama abad ke-19, prlawanan-perlawanan yang dibentangkan di sini tidak
mengabaikan perlawanan-perlawanan yang cukup gigih dan berkobar di daerah
tertentu, seperti perlawanan di daerah Banten, sulawesi utara, dan di
daerah-daerah di Indonesia yang merupakan
reaksi terhadap kekuasaan, kolonial Belanda, dan mempunyai saham berharga dalam
perjuangan untuk mencapai kemerdekaan nasional.
·
Gerakan sosial
Selama abad
ke-19 dan awal abad ke-20, di Indonesia terus menerus timbul perlawanan,
kerusuhan, kegaduhan, brandalan,dan lain sebagainya. Semua itu cukup
mengguncang masyarakat dan pemerintah waktu itu. Peristiwa tersebut terutama di daerah pedesaan yang hampir
setiap tahun di salah atu daerah terjadi bergolakan dan kerusuhan. Gerakan itu
ternyata merupakan kekuatan sosial yang besar di daerah pedesaan. Sehingga
timbulah pergolakan itu dapat dianggap sebagai suatu ledakan daripada
ketegangan-ketegangan , permusuhan, atau pertentangan yang terdapat di daerah
pedesaan.
Tidak dapat di
sangkal bahwa dominasi Barat beserta perubahan-perubahan soial yang
mengikutinya telah menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan rakyat untuk
cenderung melakukan pergolakan sosial. Dapat ditunjukan bahwa selama period
abad ke-19 dan ke-20 hampir setiap daerah mengenal masa-masa pergolakan yang
tercatum dlam bentuk gerakan-gerakan sosial dengan segala perkembanganya.
Secara luas gerakan-gerakan itu pada hahikatnya dapat digolongan menjadi empat
golongan, seuai dengan landasan-landasan pokok yang mendorong timbulnya gerakan
tersebut.
1.
Jenis gerakan
melawan keadaan atau peraturan yang tidak adilYaitu ideologi yang mendorong
timbulnya gerakan ini adalah adanya rasa dendam terhadap kondisi sosial ekonomi
yang kurang memberi tempat yang bebas bagi kehidupan para pendukungnya.
2.
Jenis gerakan
ratu adil Yaitu suatu gerakan yang bersifat mesianistis yang memuat harapan
akan kedatangan ratu adil
3.
Jenis gerakan
samin
4.
Jenis
gerakan-gerakan sekte keagamaan, yang memuat kegiatan-kegiatan yang bertujuan
agar rakyat lebih rajin menjalankan kewajiban agamanya.
B.
Zaman
Kebangkitan Nasional dan Masa Republik Indonesia
(±1900-1942)
A.
Perkembangan
Hingga Menjelang Abad ke-20
1.
Negara Kolonial
dan Perubahan Sosial Politik
Memasuki abad
ke-19 dikepulauan Indonesia terjadi perubahan politik. Perusahaan Dagang Hindia
Timur atau lebih dikenal dengan VOC bubar pada tanggal 31 desember 1799,
setelah izinya dibatalkan pada tahun 1795. Berbagai sebab menjadi latar
belakang keruntuhan itu, seperti mutu pagawai yang merosot, manajemen yang
jelek, pengeluaran yang sangat besar terutama pembiayaan inetrvensi politiknya,
sistem monopoli yang tidak sesuai lagi dan korupsi yang merajalela. Pada masa
itu sebagai akibat dari pergolakan politik di Eropa berupa perluasan Revolusi
Perancis oleh Napoleon Bonaparte, persaingan keduanya menjadi lebih sengit. Negara
Belanda jatuh kedalam kekuasaan Prancis, yang tidak lain adalah musuh utama
Inggris.
Setelah
runtuhnya VOC,pemerintah kerajaan Belanda mengambil alih seluruh wilayah
kekuasaannya, terutama dikepulauan Indonesia yang berpusat di Batavia, pulau
Jawa. Untu menangani peralihan itu dan menghadapi ancaman serbuan Inggris,
seorang marcekal kepercayaan Raja Belanda, Lodewijk (louis) Napolen, di kirim
ke Batavia untuk menjadi Gubernur Jenderal. Ia menyusun kembali sistem
pemerintahan dan membangun pertahanan. Tindakan-tindakan utamanya adlah
membangun suatu birokrasi dan tentara yang profesional meniru model Revolusi
Prancis, mengubah sistem politik tradisional dan melakukan pengerahan tenaga
milisi (wajib militer).
Pemerintah
kolonial Inggris, yang dipimpin oleh Letnan Gubernur Jendral Thomas Stafford
Raffles(1811-1816) menerapkan beberapa kebijakan baru. Selaras dengan sikap
Daendels, Raffles berpandangan bahwa masyarakat pulau jawa harus diubah.
Mengubah hubungan politik dan ekonomi dalam sistem politik tradisional dengan
menghapus penyerahan wajib hasil penanaman dan kerja wajib untuk para bupati.
Sebagai gantinya ia menjadikan penguasa tradisional itu sebagai perpanjangan
tangan pemerintah kolonial. Tugas utama mereka adalah memungut pajak dalam
bentuk hasil penanaman, terhadap kaula-kaula mereka untuk kepentingan kolonial.
Dikalangan elit
politik di negara Belanda timbul perdebatan mengenai cara mengisi keuangan
negeri jajahan yang kosong, masalah ini menjadi perhatian Raja Belanda ketika itu, Willem II. Sejumlah kalangan berpendapat
bahwa perdagangan laut masih dapatdikembangkan untuk menghasilkan keuntungan
seperti dimasa sebelunya. Namun ,gagasan yang keluar sebagai pemenang adalah
mengelola sektor penanaman daerah jajahan. Salah satu alasan utamanya adalah
bahwa pelayaran dan perdagangan lintas lautan Belanda memerlukan komoditas yang
laku di pasra dunia atau Eropa. Gagasan ini yang meyakinkan raja Belanda adalah
Johanes Van den Bosch. Ia segera berangkat kepulau jawa untuk mewujudkan
pemikiran yang berkisar pada pola atau sistem penanaman.penerapan pemikiran
tersebut terkenal dengan istilah Tanam Paksa.
Selama penerapan
Sistem Tanam Paksa, kehidupan pedeaan di Pulau Jawa mengalami perubahan.
Sejumlah kebijakan baru diperkenalkan dan diterapkan. Pertama-tama bahwa tanah,
terutama yang digarap adalah milik pemerintah kolonial. Penduduk desa atau para
petani diperkenalkan dengan tanaman ekspor yang pola penanamannya ada yang sama
dengan budi daya pertanian masyarakat dan ada yang berbeda. Tanaman wajib itu adalah
tebu, kopi, dan nila.
Dibidang poltik
dan pemerintahan, daerah di Pulau Jawa direorganisasi dalam suatu truktur
birokrasi jajaran tertunggi pemerintah kolonial adalah Gubernur Jendral yang
dibantu oleh Dewan Hindia. Wilayah jajahan dibagi atas provinsi dan
residensi-residensi. Para residen di bantu oleh asisten reiden, yang membawahi
para kontrolir yang menjadi ujung tombak pelaksanaan Sistem Tanam Paksa.
Struktur ini merupakan jajaran pemerintahan dalam negeri Eropa sejajar dengan
kontrolir, tetapi terpisah adalah para bupati yang merupaka jajaran struktur
pemerintahan pribumi. Dibawah bupati adalah wedana dan camat yang membawahi
kepala desa. Namun kekuasaan mereka lebih kuat karena didukung oleh kekuatan
militer kolonial yang lebih modern. Dalam pemadaman sejumlah pergolakan dan
gerakan perlawanan perdesaan paukan keamanan pemerintah kolonial kerap membantu
para bupati. Sasaran ketidakpuasaan masyarakat pedesaan lebih banyak tertuju
pada kebijakan pemerintah kolonial.
Setelah
pertengahan abad ke-19, penerapan Sistem Tanam Paka mulai memperlihatkan
penyimpangan-penyimpangan. Dalam upaya mengejar keuntungan dari presentase
penanaman, para pelaksana penanaman ering melakukan paksaan. Diperkebunan tebu,
penanaman dilakukan bergiliran dengan penenman padi karen tebu dibudidayakan
dengan pola persawaha. Penanaman kopi dilakukan didaerah dataran tinggi yang
sering jauh dari pedesaan sehingga tidak jarang meraka harus menginap selama
bebrapa waktu. Olh karen itu tingkat kesejahteraan petani di beberapa lokasi
penanaman memperlihatkan penurunan.
Sebagai akibatnya, sejak tahun 1870
penerapan sistem itu mulai dihapuskan. Pada tahun itu pula suatu peraturan
pertanahan dicanangkan, yakni peraturan
Agraria tahun 1870, yang mengatur kepemilikan tanah negara seraya memberikan
peluang untuk masuknya modal swasta.
Setelah sistem
tanam paksa dihapuskan, perekonomian negeri jajahan mulai mengenal modal-modal
swasta, baik dari negeri Belanda maupun negara lainnya seperti Inggris,
Amerika, dan Cina.
2.
Pergerakan
Nasional
a.
Pelopor
pergerakan
·
Budi utomo
Dengan semboyan
hendak meningkatkan martabat rakyat, ma Ngabeni Wahidin Sudirohusodo, seorang
dokter jawa di Yogyakarta dan termauk golongan priyayi rendahan, dalam tahun
1906 dan 1907 mulai mengadakan kampanye dikalangan priyayi dipulau jawa. Dalam
perjalanan kampanye itu pada akhir tahun 1907, dr. Wahidin bertemu dengan
Sutomo, pelajar STOVIA,di Jakarta. Sutomo kemudian membicarakan maksud kampanye
dr. Wahidin dengan teman-temannya di STOVIA. hasil pembicaraan memperlihatkan
bahwa cita-cita dr. Wahidin setelah diolah mengalami perubahan. Tujuan semula
mendirikan suatu “Dana Belajar” diperluas jangkaunnya. Begitulah pada hari
Rabu, 20 Mei 1908 di Jakarta pelajar-pelajar terebut di gedung STOVIA
mendirikan organisasi yang beri nama Budi Utomo, dan Sutomo menjadi ketua.
·
Sarekat islam
Tiga tahun
setelah berdirinya Budi Utomo, pada tahun 1911 bagaikan suatu yang kebetulan,
didirikan perkumpulan Sarekat Islam(SI) di Solo. Latar belakang ekonomis
perkumpulan ini ialah perlawanan terhadap pedagang anatar penyalur oleh oarang
Cina. Kejadian meruapakan iyarat bagi oarang muslim, bahwa telah tiba waktunya
untuk menunjukan kekuatannya. Ini merupakan reaksi terhadap rencana politik
pengkristenan dari kaum zending, perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan dan
penindasan-penindaan dari pihak bumiputra dan Eropa.
·
Indische Partij
Setelah kita
tinjau perkembangan gagasan yang menandai adanya kebangkitan kesadaran nasional
dan kebangkitan rvolusioner bersifat kerakyatan yang berjiwa Islam, maka
sebagai Fase ketiga didalam perkembangan sejarah pergerakan nasional pada awal
pertumbuhannya lahir konsepsi yang bercorak politik seratus persen dan program
nasional yang meliputi pengertian nasiaonalime modern. Organisasi pendukung
gagasan revolusioner nasional itu ialah Indisnche Partij yang didirikan pada
tanggal 25 desember 1912. Perumusan gagasan itu ialah E.F.E. Douwes Dekker
kemudian terkenal dengan nama Danurdirdja Setyabudhi, seorang Indo, yang
melihat keganjilan-keganjilan dalam masyarakat kolonial khususnya diskriminasi
antara keturunan Belanda totok dan kaum Indo.
b.
Masa radikal
·
Perhimpunan
Indonesia
Perhimpunan
Indonesia(PI) didirikan pada tahun 1908 oleh oranng-orang Indonesia yang berada
dinegeri Belanda, diantaranya adalah Sutan Kesayangan, R.M. Noto Suroto,
mula-mula dengan nama Indische Vereeniging. Tujuannya adalah untuk memajukan
kepentingan-kepentingan bersama dari orang-orang yang berasal dari Indonesia,
makudnya orang-orang pribumi dan nonpribumi bukan Eropa, dinegara Belanda dan
hubungan dengan orang Indonesia.
Pada
masa radikal selain adanya perhimpunan Indonesia masih banyak lagi
pergerakan-pergeakan yang nasional yang dilakukan seperti adanya Partai Komunis
Indonesia(PKI), Partai Nasional Indinesia, Partindo dan Gerindro.
C.
Zaman
Jepang dan Zaman Republik (±1942-1998)
v Tentara
Jepang masuk ke Indonsia
Pada tanggal 11
januari 1942, tentara Jepang mendaratkan pasukannya di Tarakan, Kalimantan
Timur, keesokan harinya komandan Belanda di Pulau itu menyerah pada tanggal 12
Januari 1942. Serangan selanjutnya adalah Balikpapan yang merupakan sumber
minyak minyak. Kemudian, pada tanggal 24 Januari 1942, kota ini jatuh ketangan
Jepang. Setelah itu pada tanggal 29 Januari 1942 pontianak berhasil diduduki
Jepang, menyusul tanggal 3 Februari 1942 adalah Samarinda. Sesampainya dikota
tersebut pada tanggal 5 Februari 1942 tentara Jepang menyerbu ke Lapangan
Terbang Samarinda II yang waktu itu masih dikuasai oleh Tentara Hindia Belanda.
Dan berhail direbutnya, dengan mudah pula Banjarmain diduduki oleh tentara
Jepang pada tanggal 10 Februari 1942.
A.
Pergerakan
Indonesia dan Jepang
Masuknya tentara
Jepang ke Indonesia pada bulan-bulan pertama, kedua, ketiga tahun 1942
kelihatannya mendapat sambutan yang baik dari penduduk setempat. Tokoh-tokon
nasionalis Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta bersedia
melakukan kerja sama dengan pihak Jepang. Faktor-faktor yang menyebabkan
kesediaan bekerja sama itu adalah pertama kebangkitan bangsa-bangsa Timur.
Faktor lain adalah ramalan Joyoboyo yang hidup dikalangan rakyat. Diramalkan
bahwa akan datang oarang-orang kate yant akan menguasai Indonesia selama umur
jagung dan sesudah itu kemerdekaan akan tercapai.
B.
Kerja sama kaum
nasionalis “Sekuler”
Pada akhir bulan
Maret 1942 hubungan antara nasionalis Indonesia dengan pihak Jepang dituangkan
Dalam bentuk institusional. Suatu perhimpunan dengan nama Gerakan Tiga A:
“Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia”.sponsor
gerakan itu mengangkat tokoh Parindra Jawa Barat, Mr. Samsudin sbagai ketuanya
da di bantu oleh Sutan K. Pamuntjak dan Mohammad Soleh.
Gerakan Tiga A
hanya berumur beberapa bulan. Pemerintah pendudukan Jepang menganggap bahwa
Gerakan Tiga A tidak efektif di dalam usahanya untuk menarik simpati bangsa
Indonesia. Di sumantra Gerakan Tiga A yang mendukung kepentingan Jepang
dilarang. Setelah Gerakan Tiga A dibubarkan pada bulan Desember 1942 telah
direncanakan akan dibentuk organisasi baru, yang dipimpin oleh tokoh-tokoh
Pergerakan Nasional yang lebih dikenal kalangan rakyat. Ir. Soekarno. Drs. Moh.
Hatta, Ki Hajar Dewantara dan K.H. Mas Mansur sebagai pemimpin dengan sebutan
Empat Serangkai.
C.
Kerja Sama Kaum
Nasionalis Islam
Dalam rangka
melukiskan kehidupan politik pada Zaman pendudukan Jepang, golongan Nasionalis
Islam perlu mendapat sorotan khusus karena telah memperoleh perhatian istimewa
dari pemerintah pendudukan Jepang. Dalam rangka memberikan kelonggaran kepada
golongan islam di Pulau Jawa, pemerintah militer masih mengizinkan tetap
berdirinya satu organisasi islam di zaman Hindia Belanda yaitu Majeli Islam
A’la Indonesia(MIAI) yang didirikan di Surabaya pada tahun 1937 oleh K.H. Mas
mansur dkk.
D.
Menjelang
Proklamasi
Ø Panitia
persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan golongan pemuda
Memuncaknya
perjuangan menuju Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tampaknya disebabkan oleh
golongan muda. Baik golongan muda maupun golongan tua sama-sama berpendapat
bahwa kemerdekaan Indonesia harus segera diproklamasikan. Para anggota PPKI itu diizinkan melakukan kegiatannya
menurut pendapat dan kesanggupan bangsa indonesia sendiri, tetapi mereka wajib
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a)
Syarat pertama
untuk mencapai kemerdekaan adalah menyelesaikan perang yang sekarang sedang
dihadapi oleh bangsa indonesia, karena itu bangsa indonesia harus mengerahkan
tenaga sebesar-besarnya dan bersama-sama dengan pemerintah Jepang meneruskan
perjuangan untuk memperoleh kemenangan akhir dalam perang asia Timur Raya
b)
Negara itu
merupakan anggota lingkungan kemakmuran bersama di Asia Timur Raya, maka
cita-cita bangs Indonesia itu haru disesuaikan dengan cita-cita pemerintah
Jepang yang bersemangat Hakko_Ichiu.
Keputusan rapat
tersebut disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada pukul 22.30 waktu jawa zaman
Jepang(21.50 WIB) dirumah kediaman Ir. Soekarno, pegangsaan Timur(sekarang
jalan proklamasi) 56,Jakarta. Tuntutan Wikana agar Proklamasi dilaksanakan
keesoka harinya telah menegangkan suasana karena ia juga menyatakan bahwa akan
ada pertumpahan darah jika keinginan mereka tidak dilaksanakan. Mendengar ancaman
itu Ir. Soekarno menjadi marah dn melontarkan kata-kata sebagi berikut: inilah
leherku, saudara boleh membunuhku sekarang juga. Saya tidak bia melepaskan
tanggung jawab saya sebagi ketua PPKI. Karena itu saya tanyakan kepada
wakil-wakil PPKI besok.
Ketegangan itu
disaksikan juag oleh para golongan tua seperti Drs. Moh Hatta, Dr. Buntaran,
Dr. Samsi, Mr. Ahmad Subardjo dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Tampak perbedaan
pendapat antara golongan tua dan golongan muda, karena para pemuda mendesak
bahwa tanggal 16 Agustus itu Proklamasi dilaksanakan.
E.
Peristiwa
Rengasdengklok
Adanya perbedaan
paham itu telah mendorong pemuda untuk membawa Ir. Soekarno dan Drs. Hatta
keluar kota. Tindakan itu berdasarkan keputusan rapat terakhir yang diadakan
oleh para pemuda pada pukul 00.30 waktu zaman jepang (pukul 23.00) menjelang
tanggal 16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi, cikini 71, Jakarta. Bersama Chairul
Saleh mereka telah bersepakat untuk melaksanakan rapat tersebut yaitu
menyingkirkan Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta keluar kota dengan tujuan untuk menjauhkan mereka dari segala pengaruh
Jepang. Kemudian mereka dibawa ke Rengasdengklok, ebuah kota kawedanan di
Kabupaten Karawang. Sehari penuh mereka diRengasdengklok. Maksud para pemuda
untuk menekan mereka agar segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan.
Sementara itu di
Jakarta, antara Mr. Ahmad Subardjo dari golongan tua dan Wikana dari golongan
muda tercapai kata sepakat bahwa Proklamasi kemerdekaan harus dilakanakan di
Jakarta. Didapat pula penegasan bahwa Laksamana Tadashi Maeda bersedia untuk
menjamin itu keselamatan mereka. Jusuf Kunto dari pihak bersepakat akan
mengantarkan Mr. Ahmad Subardjo bersama sekertaris pribadinya Sudiro ke
Rengasdengklok untuk menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta. Di
Rengasdengklok oleh Ahmad Subardjo diberi jaminan dengan taruhan nyawa bahwa
Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945 keesokan
harinnya selambat-lambatnya pukul 12.00. dengan jaminan tersebut komandan kompi
peta setempat Subeno bersedia melepaskan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
kembali ke Jakarta.
F.
Perumusan Teks
Proklamasi
Sesampainya di
Jakarta pada pukul 23.30 waktu jawa zaman Jepang(22.00 WIB), rombongan
Laksamana Maeda di jalan Imam bonjol no 1. Dirumah itulah naskah proklamasi
disusun dan diketik oleh Sajuti Melik. Yang berbunyi:
Proklamasi
Kami banga
Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai
pemindahaan kekoesaan dll. Diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo
jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari
17 boelan 8 tahoen 45
Atas nama bangsa
Indonesia
Soekarno/ Hatta
(tanda tangan
Soekarno)
(tanda tangan
Hatta)
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sejak zaman
Modern Awal, di sebagian Eropa telah terbentuk nation-state. Namun, di abad
ke-20 didasarkan pada demokrasi, di masa Modern Awal kekuasaan masih berada
dalam tangan kaum yang bersifat otoriter. Melalui kegiatan langsung oleh pihak
kerajaan seperti di Poertugal, atau
melalui dukungan pihak pemerintah seperti Belanda, memungkinkan terkumpulnya
modal, teknologi dan sumber daya manusia untuk menyelenggaraakan perdagangan
besar-besaran.
Memasuki abad
ke-19 dikepulauan Indonesia terjadi perubahan politik. Perusahaan Dagang Hindia
Timur atau lebih dikenal dengan VOC bubar pada tanggal 31 desember 1799,
setelah izinya dibatalkan pada tahun 1795. Berbagai sebab menjadi latar
belakang keruntuhan itu, seperti mutu pagawai yang merosot, manajemen yang
jelek, pengeluaran yang sangat besar terutama pembiayaan inetrvensi politiknya,
sistem monopoli yang tidak sesuai lagi dan korupsi yang merajalela.
Pada tanggal 11
januari 1942, tentara Jepang mendaratkan pasukannya di Tarakan, Kalimantan
Timur, keesokan harinya komandan Belanda di Pulau itu menyerah pada tanggal 12
Januari 1942. Serangan selanjutnya adalah Balikpapan yang merupakan sumber
minyak minyak. Kemudian, pada tanggal 24 Januari 1942, kota ini jatuh ketangan
Jepang. Setelah itu pada tanggal 29 Januari 1942 pontianak berhasil diduduki
Jepang, menyusul tanggal 3 Februari 1942 adalah Samarinda. Sesampainya dikota
tersebut pada tanggal 5 Februari 1942 tentara Jepang menyerbu ke Lapangan
Terbang Samarinda II yang waktu itu masih dikuasai oleh Tentara Hindia Belanda.
Dan berhail direbutnya, dengan mudah pula Banjarmain diduduki oleh tentara
Jepang pada tanggal 10 Februari 1942.
Daftar putaka
Ø
Sejarah Nasional
Indonesia IV/ Marwati Djoened Poesponegoro: Nugroho.cet_2-Edisi
Pemutakhiran.Jakarta:Balai Pustaka,2008
Xlv,808
hlm:ilus;bibl;indeks 23 cm.-(Seri BP no.2705)
Ø
Sejarah Nasional
V/Marwati Djoened Poesponegegoro; Nugroho.cet 2.Edisi
Pemutakhiran.Jakarta;Balai Pustaka,2008
Xlv,808
hlm:ilus;bibl;indeks 23 cm.-(Seri BP no.2706)
Ø
Sejarah Nasional
Indonesia VI/ Marwati Djoened Poesponegoro: Nugroho.cet_2-Edisi
Pemutakhiran.Jakarta:Balai Pustaka,2008
Xlv,808
hlm:ilus;bibl;indeks 23 cm.-(Seri BP no.2707)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar