wellcome

WELLCOME TO MY BLOG

Rabu, 07 Januari 2015

KELEMBAGAAN PENDIDIKAN ISLAM



1.      KELEMBANGAAN PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan islam termasuk masalah sosial, sehingga dalam kelembagaanya tidak lepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga disebut juga institusi atau pranata. Maksud lembaga sosial adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan dan relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal da sanksi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.

 
Secara konsep, lembaga sosial tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1.  Asosiasi, misalnya universitas atau persatuan                                    
2.  khusus, misalnya penjara, rumah sakit dan sekolah
3.  Pola tingkah laku yang tealh menjadi kebiasaan, atau pola hubungan sosial yang mempunyai tujuan tertentu.
Dalam islam, pola tingkah laku yang telah melembaga pada jiwa setiap individu muslim mempunyai dua bagian, yaitu lembaga yang tidak dapat berubah dan lembaga yang dapat berubah.
A.    Pengertian lembaga pendidikan islam
Lembaga menurut bahasa adalah “badan” atau “organisasi” (tempat berkumpul). (Depdikbud, 1994: 851). Badan (lembaga) pendidikan menurut Ahmad D. Marimba adalah organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal memikul tanggung jawab pendidikan kepada si terdidik. Sesuai dengan badan tersebut (Marimba, 1987: 56).
Lembaga pendidik islam ialah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk mengembangkan lembaga-lembaga islam yang baik, yang permanen, maupun yang berubah-ubah dan mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankan fungsinya, serta mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikat individu yang berada dalam naungannya, sehingga lembaga ini kekuatan hukum tersendiri (Muhaimin, 1993 :286).
Berdasarkan pengertian diatas dapat dipahami bahwa lembaga pendidikan islam adalah tempat atau organisasi yang menyelenggarakan pendidikan islam, yang mempunyai struktur yang jelas dan bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan islam. Oleh karena itu, lembaga pendidikan islam tersebut harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan terlaksananya pendidikan dengan baik, menurut tugas yang diberikan kepadanya, seperti sekolah (madrasah yang melaksanakan proses pendidikan islam).[1][1]
2.     Macam-macam Lembaga Pendidikan Islam           
a.     Jenis lembaga pendidikan islam
Menurut Sidi Gazalba, lembaga yang berkewajiban melaksanakan pendidikan islam adalah sebagai berikut:[2][2]
1. Rumah tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidiknya adalah orangtua, sanak kerabat, famili, saudara-saudara, teman sepermainan, dan kenalan pergaulan.
2. Di sekolah, yaitu pendidik sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalah guru yang profesional.
3. Kesatuan sosial, yaitu pendidikan tertsier yang merupaka pendidikan yang terakhir tetapi bersifat permanen. Pendidiknya adalah kebudayaan, adat istiadat, dan suasana masyarakat setempat.
Zuhairini (1992;177) mengemukakan bahwa secara garis besar, lembaga peendidikan islam dibedakan kepada tiga macam, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

1.    Keluarga
Menurut Hammudah Abd Al-Ati, definisi keluarga secara operasional adalah suatu struktur yang bersifat khusus, satu sama lain dalam keluarga mempunyai ikatan melalui hubungan darah atau pernikahan.
Sistem kekeluargaan yang diakui oleh islam adalah “al-usrat az-zaawjiyyah” (suami istri) yaitu keluarga yang terdiri atas sumi, istri, dan anak-anak yang belum cukup umur atau berumah tangga. Anak yang telah menikah dipandang telah membuat keluarga pula (Asy-Syaibani, 1979: 205).
Keluarga nerupakan lemabag pendidikan yang pertama tempat peserta didik pertama kali menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga yang lain. Keluargalah yang meletakan dasar-dasar kepribadian anak, karena pada masa ini, anak lebih peka terhadap pengaruh pendidik.
Lembaga pendidikan pertama dalam islam adalah keluarga atau rumah tangga dalam sejarah tercatat bahwa rumah tangga yang dijadikan basis dan markas pendidikan islam adalah arqam bin abi arqam.[3][3]

2.    Sekolah (madrasah)
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga semakin besar anak, semakin banyak kebutuhannya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan, pendidikan, dan pengajaran dengan sengaja, teratur, dan terencana. Pendidikan yang berlangsung disekolah bersifat sistematis berjenjang, dan dibagi dalam waktu-waktu tertentu yang berlangssung dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Masa sekolah bukan satu-satunya masa bagi setiap orang untuk belajar. Namun disadari bahwa sekolah merupakan tempat dan saat yang strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina peserta didik dalam menghadapi kehidupan masa depan.[4][4]
3.   Masyarakat
Masyarakat turut serta dalam memikul tanggung jawab pendidikan. Masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu yang di ikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama setiap maasyarakat. Masyarakat memilki pengaruh besar terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya.
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang kedua setelah keluarga dan sekolah pendidikan ini telah dimulai setelah anak-anak, berlangsung beberapa jam dalam satu hari selepas dari pendidikan keluarga dan sekolah. Corak pendidikan yang diterima peserta didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan, pengetahuan, dan sikap, maupun pembentukan kesusilaan keagamaan.
3.     Karakteristik Lembaga Pendidikan Islam
a.      Sifat dan Karakter Lembaga Pendidikan Islam
Berdasarkan data dan informasi sebagaimana tersebut. Dapat dikemukakan beberapa sifat dan karakter lembaga pendidikan islam sebagai berikut:[5][11]
1.   Lembaga pendidikan islam bersifat holistik
2.   Lembaga pendidikan islam bersifat dinamis dan inovatif
3.   Lembaga pendidikan islam bersifat responsif dan fleksibel
4.   Lembaga pendidikan islam bersifat terbuka
5.   Lembaga pendidikan islam berbasis pada masyarakat
6.   Lembaga pendidikan islam bersifat religiu
Pendidikan islam sebenarnya memiliki cakupan yang cukup luas, seperti yang dikemukakan Zarkowi Soejoeti (1986), pendidikan islam didefinisikan dalam tiga pengertian, yakni: pertama, pendidikan islam adalah jenis pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk menngejewantahkan nilai-nilai islam; kedua,jenis pendidikan yang memberikan perhatian yang sekaligus menjadikan ajaran agama islam sebagai pengetahuan untuk program studi yang diselenggarakan; ketiga, jenis pendidika yang mencakup kedua pengertian di atas.
Secara kelembagaan, terutama dalam konteks Indonesia, pembicaraan mengenai pendidikan islam sebenarnya lebih diwarnai oleh dua model pendidikan, yakni pendidikan dalam bentuk pasantren dan pendidikan madrasah. Sebab itu lebh jauh karakteristik kedua lembaga ini akan diuraikan dalam pembahasan di bawah ini.
1.      Karakteristik pondok pesantren
a.      Tinjauan umum pesantren
Pada dasarnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang dikelola secara konvensional dan dilaksanankan dengan system asrama (pondok) dengan kyai sebagai sentra utama serta mesid sebagai pusat lembaganya (Syarif, 1983:5). Dalam studinya, Rahardjo (1985) menyimpulkan bahwa sejak awal pertumbuhannya, pesantren mempunyai bentuk yang beragam sehingga tidak ada suatu standarisasi yang berlaku bagi semua pesantren. Namun demikian dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pesantren tampak adanya pola umum, yang diambil dari makna peristilahan pesantren itu sendiri yang menunjukkan adanya suatu pola tertentu (Sunyoto, 1990:12).
Pada perkembangan selanjutnya menurut Saridjo (1985:10) pondok pesantren telah berkembang dan merupakan lembaga gabungan antara system pondok dan pesantren, yang memberikan pendidikan dan pengajarana agama islam dalam system non klasik, sedang santrinya dapat dapat bermukim di pndok yang disediakan atau merupakan santri kalong (santri yang tidak bermukim di pondok). Pondok pesantren inipun pada gilirannya menyelenggarakan system pendidikan klasikal baik yang bersifat pendidikan umum maupun agama yang lazim disebut madrasah.
Karakteristik lain yang melekat pada pondok pesantren menurut K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi (1999:221) adalah adanya system nilai dalam pesantren yang menjadi jiwa filsafat hidup serta orientasi pendidikan pesantren pada umumnya, seperti keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah islamiyah, dan kebebasan.
b.      Tipologi pondok pesantren
Secara garis besar, lembaga pesantren dapat digolongkan menjadi dua tipologi, yaitu tipologi, yaitu tipe pesantren salafi dan tipe pesantren khalafi (Yacub, 1984:36). Pesantren salafi yaitu pesantren  yang tetpa mempertahankan system (materi pengajaran) yang sumbernya kitab-kitab klasik islam atau kitab dengan huruf arab “gundul”. System sorogan (individual) menjadi sendi utama yang diterapkan. Pengetahuan non agama tidak diajarkan. sementara pesantren khalafi yaitu system pesantren yang menerapkan system madrasah, yaitu pengajaran secara klasikal, dan memasukan pengetahuan umum dan bahasa non Arab dalam kurikulum. Dan pada akhir-akhir ini menambahkan dengan berbagai keterampilan.
Sementara itu Ziemek mengadakan klasifikasi jenis-jenis pesantren yang berdasarkan kelengkapan unsur-unsur pesantren dalam hal ini diasumsikan bahwasemakin lengkap unsure yang mendasari suatu pesantren, maka pesantren itu meiliki tingkatanyang tingggi. Tipe-tipe pesantren berdasarkan klasifikasi di atas adalah sebagai berikut:
1)      Pesantren yang paling sederhana;
2)      Pesantren yang lebih tinggi tingkatannya;
3)      Pesantren yang di tambah dengan lembaga pendidikan;
4)      Pesantreen yang memiliki fasilitas lengkap
5)      Pesantren yang besar dan berfasilitas lengkap, biasanya memiliki induk dan cabang;
Menurut Mastuhu (1994:66-67); beberapa dasawarsa terakhir ini terjadi pergeseran yang dialami oleh pesantren. Beberapa indikator pergeseran yang dialami oleh pesantren antara lain:
a)      Kyai bukan lagi satu-satunya sumber belajar
b)      Dewasa ini hampir seluruh pesantren yang menyelenggarakan jenis-jenis pendidikan formal yaitu, madrasah, sekolah umum, dan perguruan tinggi
c)      Seiring dengan pergeseran pola tersebut, santri memerlukan atau keahliah yang jelas
d)     Santri cenderung semakin kuat untuk mempelajari sains dan teknologi
e)      Belajar dengan biaya sudah memasuki dunia pendidikan
f)       Dikenalnya model pesantren yang berkelas.

c.       Karakteristik pengelolaan pendidikan pesantren
Di samping telah terjadi pergeseran pada pesantren seperti yang disebutkan di atas, karakteriistik pesantren yang mengarah pada fiqh-sufistik dalam maknanya yang sempit, dewasa ini juga brelatif banyak. Pandangan sufistik yang bersifat teosentris ini sangat menekankan dan lebih memilih “budaya hidup asketis” yang disimbolkan oleh pola hidup kesederhanaan baik secara sosial maupun ekonomi. Komunitas pesantren terutama disimbolkan para santri, sangat menekankan kehidupan model sufistik ini, mulai dari soal pakaian, tempat tidur, ruang belajar, tempat memasak, kamar mandi, selain bersifat sangat sederhana juga tampak “kotor”. Jadi ketika mereka memahami bagaimana cara-cara hidup sehat maka cenderung berkonotasi “spiritual” (Mastuhu, 1999; 127-129)
Selanjutnya untuk melihat karakteristik pengelolaan pesantren serta usaha-usaha yang telah dilakukan dalam beberapa pesantren terhadap pembahruan system pendidikan san pengelolaannya dapat dibandingkan antara dulu, sekarang dan kecenderungan mendatang, antara lain dapat dideskripsikan sebagai berikut (Mastuhu, 1994; 154-157)
Dinamika System Pendidikan Pesantren Dulu, Sekarang dan Mendatang

No
Hal
Tradisionalis
Sekarang dan mendatang
1
Status
-    Uzlah
-    Milik pribadi
-    Sub system pendidikan nasional
-    Milik institusi/yayasan
2
Jenis pendidikan
-    Pesantren non formal (PNF)
-    Pesantren (PNF)
-    Madrasah
-    Sekolah Umum (PF)
-    Perguruan Tinggi (PF)
3
Sifat
-    Bebas waktu, tempat, bebas biaya & syarat
-    Masih berlaku bagi PNF dan tidak berlaku untuk PF
4
Tujuan
-    Agama (ukhrawi)
-    Memahami dan meng- amalkan secara tekstual
-    Agama (duniawi)
-    Memahami dan mengamalkannya sesuai dengan tempat dan zamannya
5
Bahasa pengantar
-    Arab
-    Daerah
-    Indonesia
-    Daerah
-    Arab
-    Inggris
6
Kepemimpinan
-     Karismatik
-     Rasional
7
Corak Kehidupan
-     Fikih-Sufistik
-     Orientasi Ukhrawi
-     Sakral
-     Manusia sebagai objek (fatalistik)
-     Fikih-sufistik+ilmu
-     Ukhrawi + dunia
-     Sakral + profan
-     Manusia sebagai objek + subjek (vitalistik)
8
Perpustakaan dokumentasi dan alat pendidikan
-     Tidak ada
-     Manual
-     Ada
-     Manual, Elektronika
-     Computer, dst
9
Air
-     “dua kullah”
-     Kran/ledeng
10
Asrama
-     Hidup bersama menerima, memiliki ilmu dan mengamal- kannya
-     Hidup bersama
-     Dialog
-     Menjadikan ilmu sebagai sarana pengembangan diri
11
Pengurus
-       Mengabdi Kyai
-     Bertanggung jawab pada unit kerjanya
-     Membeikan masukan/perimbangan Kyai


            Jika identifikasi dari sejumlah pesantren yang ada, berdasarkan penelitian yang dilakukan Mastuhu, memiliki nilai-nilai atau butir-butir positif, butir-butir negatif, dan butir-butir plus minus. Butir-butir positif perlu dikembangkan dalam system pendidikan Islam secara luas. Kemudian butir-butir negative tidak perlu dikembangkan baik dalam pesantren atau system pendidikan Islam secara umum, tetapi sebelumnya harus disempurnakan lebih dulu, butir-butir tersebut adalah :
a)      Pandangan pesantren bahwa manusia dilahirkan menurut fitrahnya masing-masing.
b)      Pandangan bahwa tugas melakukan pendidikan dipandang sebagai ibadah.
c)      Hubungan yang baik saling menghormati antara guru dan murid.
d)     Lembaga pendidikan pesantren dipandang sebagai tempat mencari ilmu dan mengabdi, bukan sebagai tempat mencari kelas dan ijazah.
e)      Metode belajar halaqah dan sorogan ( disesuaikan dengan zamannya)
f)        Nilai pendidikan dengan sistem asrama
g)      Pandangan hidup jangka panjang dan menyeluruh
d. karakteristik Madrasah : kekuatan, kelemahan, dan peluang
Sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai cirri khas Islam, madrasah memegang peran penting dalam proses pembentukan kepribadian anak didik, karena melalui pendidikan madrasah ini pada orang tua berharap agar anak-anaknya memiliki dua kemampuan sekaligus, tidak hanya pengetahuan umum ( IPTEK ) tetapi juga memiliki kepribadian dan komitmen yang tinggi terhadap agamanya (IMTAK ). Oleh sebab itu jika memahami benar harapan orang tua ini maka sebenarnya madrasah memiliki prospek yang cerah.
Akan tetapi, menurut Malik Fadjar (1998:35) dari sekian puluh ribu madrasah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air ini sebagian besar masih bergumul dengan persoalan berat yang sangat menentukan hidup dan matinya madrasah, sehingga nilai tawar semakin rendah dan semakin termaginalkan.
Jika dilihat dari kecenderungan atau gejala sosial baru yang terjadi di masyarakat akhir-akhir ini yang berimplikasi pada tuntutan dan harapan tentang model pendidikan yang mereka harapkan, maka sebenarnya madrasah memiliki potensi dan peluang besar untuk menjadi lternatif pendidikan masa depan. Kecenderungan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1.      terjadinya mobilitas sosial yakni munculnya masyarakat menengah baru terutama kaum intelektual yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan pesat. Kelas menengah baru senantiasa memiliki peran besar terhadap transformasi sosial. Di bidang pendidikan misalnya, akan berimplikasi pada tuntutan terhadap fasilitas pendidikan yang sesuai aspirasinya, baik cita-citanya maupun status sosialnya. Karena itu lembaga pendidikan yang mampu merespons dan mengapresiasi tuntutan masyarakat  tersebuts secara cepat dan cerdas akan menjadi pilihan masyarakat ini.
2.      munculnya kesadaran baru dalam Beragama (santrinisasi), terutama pada masyarakat perkotaan kelompok masyarakat menengah atas, sebagai akibat dari proses re-islamisasi yang dilakukan secara intens oleh organisasi-organisasi keagamaan, lembaga-lembaga dakwah, atau yang dilakukan secara perorangan. Terjadinya santrinisasi masyarakt elit tersebut akan berimplikasi pada tuntutan dan harapan akan pendidikan yang mengaspirasikan status sosial dan keagamaanya, sebab itu pemilihan lembaga pendidikan pendidikan pada nantinya akan didasarkan minimal pada dua hal tersebut, yakni status sosial dan agama (teologis).
3.      arus globalisasi dan modernisasi yang demikian cepat perlu disikapi secara arif. Menghadapi modernisasi dengan berbagai macam dampaknya perlu dipersiapkan manusia-manusia yang memiliki dua kompetensi sekaligus, yakni ilmu pengetahuan dan tehnologi (IPTEK) dan nilai-nilai spiritual keagamaan (IMTAK). Kelemahan di salah satu kompetensi  tersebut menjadikan perkembangan anak tidak seimbang, yng pada akhirnya akan menciptakan pribadi yang pincang (split personality)


BABIII
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
1.    umat islam merupakan pelopor dalam pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Hal yang demikian terjadi karena berbagai lembaga pendidikan islam dibangun dengan tidak mengambil contoh atau model yang ada sebelumnya.
2.    lembaga pendidikan islam sangat variatif dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat, dan seluruh kebutuhan pengembangan ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu umum.
3.     lembaga pendidikan islam memiliki sifat dan karakteristik keunggulan yang hingga saat ini sifat dan karakteristik tersebut masih cukup relevan.
4.     timbulnya lembaga pendidikan islam yang amat beragam bentuk dan modelnya, selain menunjukkan besar kemampuan kreatifitas dan inovasi masyarakat, juga menunjukkan adanya perhatian dan tanggung jawab yang besar dari masyarakat islam terhadap kemajuan pendidikan dalam rangka mengangkat harkat dan martabat umat islam.
5.    adanya lembaga pendidikan yang jumlahnya cukup banyak itu dengan sendirinya mendorong lahirnya gerakan wajib belajar dan belajar seumur hidup di kalangan umat islam.  
B.     Saran
a.       Dalam kehidupan sehari- hari terkadang manusia tidak meperhatikan  tingkah lakunya yang dapat merugikan dirinya dan orang lain. Hal ini juga biasanya di pengaruhi oleh ekonomi, maka manusia perlu satu kesatuan yang dapat melepaskan ia dari ancaman perubahan ini yaitu iman.orang yang beriman pasti ia merasa selalun di awasi oleh Allah maka ia tidak berani melakukan kejahatan itu.
b.      Terlepas dari kekuasaan tuhan tersebut maka manusia tetap sebagai tempat salah khilaf. Maka dari itu kami selaku penulis sadar bahwa kami mempunyai banyak kekurangan dalam masa pembuatan makalah ini, untuk itu kami mengharapkan kritikan atau saran yang membangun jika kiranya para penulis mendapatkan kekurangan dala pembuatan makalah i

DAFTAR PUSTAKA

Ø  Fadjar, A. Malik, Isi Pembaharuan Pendidikan Islam, Alfa ;Jakarta : Grafika     Tama, 1998.
Ø  Nata, Abudin, Manajemen pendidikan, Jakarta: Kencana, 2003.



[1][1] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010, hal. 150
[2][2] Ibid
[3][3] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010, hal. 151
[4][4] Ibid, hal. 152
[5][11] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010. Hal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar