1. KELEMBANGAAN
PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan islam termasuk masalah sosial, sehingga dalam kelembagaanya
tidak lepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga disebut juga
institusi atau pranata. Maksud lembaga sosial adalah suatu bentuk organisasi
yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan dan
relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal da
sanksi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.
Secara konsep, lembaga sosial tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Asosiasi, misalnya universitas
atau persatuan
2.
khusus, misalnya penjara, rumah sakit dan sekolah
3. Pola
tingkah laku yang tealh menjadi kebiasaan, atau pola hubungan sosial yang
mempunyai tujuan tertentu.
Dalam islam, pola tingkah laku yang telah melembaga pada jiwa setiap
individu muslim mempunyai dua bagian, yaitu lembaga yang tidak dapat berubah
dan lembaga yang dapat berubah.
A. Pengertian lembaga pendidikan islam
Lembaga
menurut bahasa adalah “badan” atau “organisasi” (tempat berkumpul). (Depdikbud,
1994: 851). Badan (lembaga) pendidikan menurut Ahmad D. Marimba adalah
organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain hal memikul tanggung
jawab pendidikan kepada si terdidik. Sesuai dengan badan tersebut (Marimba,
1987: 56).
Lembaga
pendidik islam ialah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk mengembangkan
lembaga-lembaga islam yang baik, yang permanen, maupun yang berubah-ubah dan
mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankan fungsinya, serta mempunyai
struktur tersendiri yang dapat mengikat individu yang berada dalam naungannya,
sehingga lembaga ini kekuatan hukum tersendiri (Muhaimin, 1993 :286).
Berdasarkan
pengertian diatas dapat dipahami bahwa lembaga pendidikan islam adalah tempat
atau organisasi yang menyelenggarakan pendidikan islam, yang mempunyai struktur
yang jelas dan bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan islam. Oleh
karena itu, lembaga pendidikan islam tersebut harus dapat menciptakan suasana
yang memungkinkan terlaksananya pendidikan dengan baik, menurut tugas yang
diberikan kepadanya, seperti sekolah (madrasah yang melaksanakan proses
pendidikan islam).[1][1]
2.
Macam-macam Lembaga
Pendidikan Islam
a.
Jenis
lembaga pendidikan islam
Menurut Sidi
Gazalba, lembaga yang berkewajiban melaksanakan pendidikan islam adalah sebagai
berikut:[2][2]
1. Rumah
tangga, yaitu pendidikan primer untuk fase bayi dan fase kanak-kanak sampai
usia sekolah. Pendidiknya adalah orangtua, sanak kerabat, famili,
saudara-saudara, teman sepermainan, dan kenalan pergaulan.
2. Di sekolah,
yaitu pendidik sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai
ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidiknya adalah guru yang profesional.
3. Kesatuan
sosial, yaitu pendidikan tertsier yang merupaka pendidikan yang terakhir tetapi
bersifat permanen. Pendidiknya adalah kebudayaan, adat istiadat, dan suasana
masyarakat setempat.
Zuhairini (1992;177) mengemukakan
bahwa secara garis besar, lembaga peendidikan islam dibedakan kepada tiga
macam, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1. Keluarga
Menurut
Hammudah Abd Al-Ati, definisi keluarga secara operasional adalah suatu struktur
yang bersifat khusus, satu sama lain dalam keluarga mempunyai ikatan melalui
hubungan darah atau pernikahan.
Sistem
kekeluargaan yang diakui oleh islam adalah “al-usrat az-zaawjiyyah” (suami
istri) yaitu keluarga yang terdiri atas sumi, istri, dan anak-anak yang belum
cukup umur atau berumah tangga. Anak yang telah menikah dipandang telah membuat
keluarga pula (Asy-Syaibani, 1979: 205).
Keluarga
nerupakan lemabag pendidikan yang pertama tempat peserta didik pertama kali
menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga yang
lain. Keluargalah yang meletakan dasar-dasar kepribadian anak, karena pada masa
ini, anak lebih peka terhadap pengaruh pendidik.
Lembaga
pendidikan pertama dalam islam adalah keluarga atau rumah tangga dalam sejarah
tercatat bahwa rumah tangga yang dijadikan basis dan markas pendidikan islam
adalah arqam bin abi arqam.[3][3]
2. Sekolah
(madrasah)
Sekolah
adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga semakin besar
anak, semakin banyak kebutuhannya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang
melaksanakan pembinaan, pendidikan, dan pengajaran dengan sengaja, teratur, dan
terencana. Pendidikan yang berlangsung disekolah bersifat sistematis
berjenjang, dan dibagi dalam waktu-waktu tertentu yang berlangssung dari taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Masa sekolah
bukan satu-satunya masa bagi setiap orang untuk belajar. Namun disadari bahwa
sekolah merupakan tempat dan saat yang strategis bagi pemerintah dan masyarakat
untuk membina peserta didik dalam menghadapi kehidupan masa depan.[4][4]
3. Masyarakat
Masyarakat
turut serta dalam memikul tanggung jawab pendidikan. Masyarakat dapat diartikan
sebagai kumpulan individu yang di ikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan
agama setiap maasyarakat. Masyarakat memilki pengaruh besar terhadap pendidikan
anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di dalamnya.
Masyarakat
merupakan lembaga pendidikan yang kedua setelah keluarga dan sekolah pendidikan
ini telah dimulai setelah anak-anak, berlangsung beberapa jam dalam satu hari
selepas dari pendidikan keluarga dan sekolah. Corak pendidikan yang diterima
peserta didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang
baik pembentukan kebiasaan, pengetahuan, dan sikap, maupun pembentukan
kesusilaan keagamaan.
3.
Karakteristik Lembaga Pendidikan Islam
a.
Sifat dan
Karakter Lembaga Pendidikan Islam
Berdasarkan
data dan informasi sebagaimana tersebut. Dapat dikemukakan beberapa sifat dan
karakter lembaga pendidikan islam sebagai berikut:[5][11]
1. Lembaga
pendidikan islam bersifat holistik
2. Lembaga
pendidikan islam bersifat dinamis dan inovatif
3. Lembaga pendidikan
islam bersifat responsif dan fleksibel
4. Lembaga pendidikan
islam bersifat terbuka
5. Lembaga
pendidikan islam berbasis pada masyarakat
6. Lembaga pendidikan
islam bersifat religiu
Pendidikan islam sebenarnya memiliki
cakupan yang cukup luas, seperti yang dikemukakan Zarkowi Soejoeti (1986),
pendidikan islam didefinisikan dalam tiga pengertian, yakni: pertama, pendidikan
islam adalah jenis pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraannya didorong
oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk menngejewantahkan nilai-nilai islam; kedua,jenis
pendidikan yang memberikan perhatian yang sekaligus menjadikan ajaran agama
islam sebagai pengetahuan untuk program studi yang diselenggarakan; ketiga, jenis
pendidika yang mencakup kedua pengertian di atas.
Secara kelembagaan, terutama dalam
konteks Indonesia, pembicaraan mengenai pendidikan islam sebenarnya lebih
diwarnai oleh dua model pendidikan, yakni pendidikan dalam bentuk pasantren dan
pendidikan madrasah. Sebab itu lebh jauh karakteristik kedua lembaga ini akan
diuraikan dalam pembahasan di bawah ini.
1.
Karakteristik
pondok pesantren
a.
Tinjauan
umum pesantren
Pada dasarnya pondok pesantren
merupakan lembaga pendidikan islam yang dikelola secara konvensional dan
dilaksanankan dengan system asrama (pondok) dengan kyai sebagai sentra utama
serta mesid sebagai pusat lembaganya (Syarif, 1983:5). Dalam studinya, Rahardjo
(1985) menyimpulkan bahwa sejak awal pertumbuhannya, pesantren mempunyai bentuk
yang beragam sehingga tidak ada suatu standarisasi yang berlaku bagi semua
pesantren. Namun demikian dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pesantren
tampak adanya pola umum, yang diambil dari makna peristilahan pesantren itu
sendiri yang menunjukkan adanya suatu pola tertentu (Sunyoto, 1990:12).
Pada perkembangan selanjutnya
menurut Saridjo (1985:10) pondok pesantren telah berkembang dan
merupakan lembaga gabungan antara system pondok dan pesantren, yang memberikan
pendidikan dan pengajarana agama islam dalam system non klasik, sedang
santrinya dapat dapat bermukim di pndok yang disediakan atau merupakan santri
kalong (santri yang tidak bermukim di pondok). Pondok pesantren inipun pada
gilirannya menyelenggarakan system pendidikan klasikal baik yang bersifat
pendidikan umum maupun agama yang lazim disebut madrasah.
Karakteristik lain yang melekat pada
pondok pesantren menurut K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi (1999:221) adalah
adanya system nilai dalam pesantren yang menjadi jiwa filsafat hidup serta
orientasi pendidikan pesantren pada umumnya, seperti keikhlasan, kesederhanaan,
kemandirian, ukhuwah islamiyah, dan kebebasan.
b. Tipologi
pondok pesantren
Secara garis besar, lembaga
pesantren dapat digolongkan menjadi dua tipologi, yaitu tipologi, yaitu tipe
pesantren salafi dan tipe pesantren khalafi (Yacub, 1984:36).
Pesantren salafi yaitu pesantren yang tetpa mempertahankan system (materi
pengajaran) yang sumbernya kitab-kitab klasik islam atau kitab dengan huruf
arab “gundul”. System sorogan (individual) menjadi sendi utama yang diterapkan.
Pengetahuan non agama tidak diajarkan. sementara pesantren khalafi yaitu
system pesantren yang menerapkan system madrasah, yaitu pengajaran secara
klasikal, dan memasukan pengetahuan umum dan bahasa non Arab dalam kurikulum.
Dan pada akhir-akhir ini menambahkan dengan berbagai keterampilan.
Sementara itu Ziemek
mengadakan klasifikasi jenis-jenis pesantren yang berdasarkan kelengkapan
unsur-unsur pesantren dalam hal ini diasumsikan bahwasemakin lengkap unsure
yang mendasari suatu pesantren, maka pesantren itu meiliki tingkatanyang
tingggi. Tipe-tipe pesantren berdasarkan klasifikasi di atas adalah sebagai
berikut:
1)
Pesantren
yang paling sederhana;
2)
Pesantren
yang lebih tinggi tingkatannya;
3)
Pesantren
yang di tambah dengan lembaga pendidikan;
4)
Pesantreen
yang memiliki fasilitas lengkap
5)
Pesantren
yang besar dan berfasilitas lengkap, biasanya memiliki induk dan cabang;
Menurut Mastuhu (1994:66-67);
beberapa dasawarsa terakhir ini terjadi pergeseran yang dialami oleh pesantren.
Beberapa indikator pergeseran yang dialami oleh pesantren antara lain:
a)
Kyai bukan
lagi satu-satunya sumber belajar
b)
Dewasa ini
hampir seluruh pesantren yang menyelenggarakan jenis-jenis pendidikan formal
yaitu, madrasah, sekolah umum, dan perguruan tinggi
c)
Seiring
dengan pergeseran pola tersebut, santri memerlukan atau keahliah yang jelas
d)
Santri
cenderung semakin kuat untuk mempelajari sains dan teknologi
e)
Belajar
dengan biaya sudah memasuki dunia pendidikan
f)
Dikenalnya
model pesantren yang berkelas.
c.
Karakteristik
pengelolaan pendidikan pesantren
Di samping telah terjadi pergeseran
pada pesantren seperti yang disebutkan di atas, karakteriistik pesantren yang
mengarah pada fiqh-sufistik dalam maknanya yang sempit, dewasa ini juga
brelatif banyak. Pandangan sufistik yang bersifat teosentris ini sangat
menekankan dan lebih memilih “budaya hidup asketis” yang disimbolkan oleh pola
hidup kesederhanaan baik secara sosial maupun ekonomi. Komunitas pesantren
terutama disimbolkan para santri, sangat menekankan kehidupan model sufistik
ini, mulai dari soal pakaian, tempat tidur, ruang belajar, tempat memasak,
kamar mandi, selain bersifat sangat sederhana juga tampak “kotor”. Jadi ketika
mereka memahami bagaimana cara-cara hidup sehat maka cenderung berkonotasi
“spiritual” (Mastuhu, 1999; 127-129)
Selanjutnya untuk melihat
karakteristik pengelolaan pesantren serta usaha-usaha yang telah dilakukan
dalam beberapa pesantren terhadap pembahruan system pendidikan san
pengelolaannya dapat dibandingkan antara dulu, sekarang dan kecenderungan
mendatang, antara lain dapat dideskripsikan sebagai berikut (Mastuhu,
1994; 154-157)
Dinamika System Pendidikan Pesantren
Dulu, Sekarang dan Mendatang
No
|
Hal
|
Tradisionalis
|
Sekarang dan mendatang
|
1
|
Status
|
- Uzlah
- Milik
pribadi
|
- Sub system
pendidikan nasional
- Milik
institusi/yayasan
|
2
|
Jenis pendidikan
|
- Pesantren
non formal (PNF)
|
- Pesantren
(PNF)
- Madrasah
- Sekolah
Umum (PF)
- Perguruan
Tinggi (PF)
|
3
|
Sifat
|
- Bebas
waktu, tempat, bebas biaya & syarat
|
- Masih
berlaku bagi PNF dan tidak berlaku untuk PF
|
4
|
Tujuan
|
- Agama
(ukhrawi)
- Memahami
dan meng- amalkan secara tekstual
|
- Agama
(duniawi)
- Memahami
dan mengamalkannya sesuai dengan tempat dan zamannya
|
5
|
Bahasa pengantar
|
- Arab
- Daerah
|
- Indonesia
- Daerah
- Arab
- Inggris
|
6
|
Kepemimpinan
|
- Karismatik
|
- Rasional
|
7
|
Corak Kehidupan
|
- Fikih-Sufistik
- Orientasi Ukhrawi
- Sakral
- Manusia sebagai objek (fatalistik)
|
- Fikih-sufistik+ilmu
- Ukhrawi + dunia
- Sakral + profan
- Manusia sebagai objek + subjek (vitalistik)
|
8
|
Perpustakaan dokumentasi dan alat pendidikan
|
- Tidak ada
- Manual
|
- Ada
- Manual, Elektronika
- Computer, dst
|
9
|
Air
|
- “dua kullah”
|
- Kran/ledeng
|
10
|
Asrama
|
- Hidup bersama menerima, memiliki ilmu dan mengamal-
kannya
|
- Hidup bersama
- Dialog
- Menjadikan ilmu sebagai sarana pengembangan diri
|
11
|
Pengurus
|
- Mengabdi Kyai
|
- Bertanggung jawab pada unit kerjanya
- Membeikan masukan/perimbangan Kyai
|
Jika identifikasi dari sejumlah pesantren yang ada, berdasarkan penelitian yang
dilakukan Mastuhu, memiliki nilai-nilai atau butir-butir positif,
butir-butir negatif, dan butir-butir plus minus. Butir-butir positif perlu
dikembangkan dalam system pendidikan Islam secara luas. Kemudian butir-butir
negative tidak perlu dikembangkan baik dalam pesantren atau system pendidikan
Islam secara umum, tetapi sebelumnya harus disempurnakan lebih dulu,
butir-butir tersebut adalah :
a) Pandangan
pesantren bahwa manusia dilahirkan menurut fitrahnya masing-masing.
b) Pandangan
bahwa tugas melakukan pendidikan dipandang sebagai ibadah.
c) Hubungan
yang baik saling menghormati antara guru dan murid.
d) Lembaga
pendidikan pesantren dipandang sebagai tempat mencari ilmu dan mengabdi, bukan
sebagai tempat mencari kelas dan ijazah.
e)
Metode
belajar halaqah dan sorogan ( disesuaikan dengan zamannya)
f)
Nilai
pendidikan dengan sistem asrama
g)
Pandangan
hidup jangka panjang dan menyeluruh
d. karakteristik
Madrasah : kekuatan, kelemahan, dan peluang
Sebagai lembaga pendidikan yang
mempunyai cirri khas Islam, madrasah memegang peran penting dalam proses
pembentukan kepribadian anak didik, karena melalui pendidikan madrasah ini pada
orang tua berharap agar anak-anaknya memiliki dua kemampuan sekaligus, tidak
hanya pengetahuan umum ( IPTEK ) tetapi juga memiliki kepribadian dan komitmen
yang tinggi terhadap agamanya (IMTAK ). Oleh sebab itu jika memahami benar
harapan orang tua ini maka sebenarnya madrasah memiliki prospek yang cerah.
Akan tetapi, menurut Malik Fadjar
(1998:35) dari sekian puluh ribu madrasah yang tersebar di seluruh pelosok
tanah air ini sebagian besar masih bergumul dengan persoalan berat yang sangat
menentukan hidup dan matinya madrasah, sehingga nilai tawar semakin rendah dan
semakin termaginalkan.
Jika dilihat dari kecenderungan atau
gejala sosial baru yang terjadi di masyarakat akhir-akhir ini yang berimplikasi
pada tuntutan dan harapan tentang model pendidikan yang mereka harapkan, maka
sebenarnya madrasah memiliki potensi dan peluang besar untuk menjadi lternatif
pendidikan masa depan. Kecenderungan tersebut antara lain adalah sebagai
berikut :
1.
terjadinya mobilitas sosial yakni
munculnya masyarakat menengah baru terutama kaum intelektual yang akhir-akhir
ini mengalami perkembangan pesat. Kelas menengah baru senantiasa memiliki peran
besar terhadap transformasi sosial. Di bidang pendidikan misalnya, akan
berimplikasi pada tuntutan terhadap fasilitas pendidikan yang sesuai
aspirasinya, baik cita-citanya maupun status sosialnya. Karena itu lembaga
pendidikan yang mampu merespons dan mengapresiasi tuntutan masyarakat
tersebuts secara cepat dan cerdas akan menjadi pilihan masyarakat ini.
2.
munculnya kesadaran baru dalam
Beragama (santrinisasi), terutama pada masyarakat perkotaan kelompok masyarakat
menengah atas, sebagai akibat dari proses re-islamisasi yang dilakukan secara
intens oleh organisasi-organisasi keagamaan, lembaga-lembaga dakwah, atau yang
dilakukan secara perorangan. Terjadinya santrinisasi masyarakt elit tersebut
akan berimplikasi pada tuntutan dan harapan akan pendidikan yang
mengaspirasikan status sosial dan keagamaanya, sebab itu pemilihan lembaga
pendidikan pendidikan pada nantinya akan didasarkan minimal pada dua hal
tersebut, yakni status sosial dan agama (teologis).
3.
arus globalisasi dan modernisasi
yang demikian cepat perlu disikapi secara arif. Menghadapi modernisasi dengan
berbagai macam dampaknya perlu dipersiapkan manusia-manusia yang memiliki dua
kompetensi sekaligus, yakni ilmu pengetahuan dan tehnologi (IPTEK) dan
nilai-nilai spiritual keagamaan (IMTAK). Kelemahan di salah satu kompetensi tersebut
menjadikan perkembangan anak tidak seimbang, yng pada akhirnya akan menciptakan
pribadi yang pincang (split personality)
BABIII
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
umat islam merupakan pelopor dalam pembangunan lembaga-lembaga pendidikan.
Hal yang demikian terjadi karena berbagai lembaga pendidikan islam dibangun
dengan tidak mengambil contoh atau model yang ada sebelumnya.
2.
lembaga pendidikan islam sangat variatif dan menjangkau seluruh lapisan
masyarakat, dan seluruh kebutuhan pengembangan ilmu pengetahuan, baik ilmu
agama maupun ilmu umum.
3.
lembaga pendidikan islam memiliki sifat dan karakteristik keunggulan yang
hingga saat ini sifat dan karakteristik tersebut masih cukup relevan.
4.
timbulnya lembaga pendidikan islam yang amat beragam bentuk dan modelnya,
selain menunjukkan besar kemampuan kreatifitas dan inovasi masyarakat, juga
menunjukkan adanya perhatian dan tanggung jawab yang besar dari masyarakat
islam terhadap kemajuan pendidikan dalam rangka mengangkat harkat dan martabat
umat islam.
5.
adanya lembaga pendidikan yang jumlahnya cukup banyak itu dengan sendirinya
mendorong lahirnya gerakan wajib belajar dan belajar seumur hidup di kalangan
umat islam.
B.
Saran
a.
Dalam kehidupan sehari- hari
terkadang manusia tidak meperhatikan tingkah lakunya yang dapat merugikan
dirinya dan orang lain. Hal ini juga biasanya di pengaruhi oleh ekonomi, maka
manusia perlu satu kesatuan yang dapat melepaskan ia dari ancaman perubahan ini
yaitu iman.orang yang beriman pasti ia merasa selalun di awasi oleh Allah maka
ia tidak berani melakukan kejahatan itu.
b.
Terlepas dari kekuasaan tuhan
tersebut maka manusia tetap sebagai tempat salah khilaf. Maka dari itu kami
selaku penulis sadar bahwa kami mempunyai banyak kekurangan dalam masa
pembuatan makalah ini, untuk itu kami mengharapkan kritikan atau saran yang membangun
jika kiranya para penulis mendapatkan kekurangan dala pembuatan makalah i
DAFTAR PUSTAKA
Ø Fadjar, A.
Malik, Isi Pembaharuan Pendidikan Islam, Alfa ;Jakarta : Grafika
Tama, 1998.
Ø Nata,
Abudin, Manajemen pendidikan, Jakarta: Kencana, 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar